“KEPURBAKALAAN PENINGGALAN HINDHU”
LAPORAN KUNJUNGAN KE
MUSEUM RONGGOWARSITO
Disusun guna memenuhi tugas
penelitian mata kuliah
Islam dan Budaya Jawa
yang diampu oleh: M. Rikza Chamami,
MSI
Disusun
oleh:
Achmad
Umar (103311001)
Siti
Hana (103211045)
Ulfa
Muth Mainnah (103211050)
Wiga Lutfiana (103211070)
Abdullah
Mujib (113211014
Jamaluddin (113211055)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Sejarah mencatat, bahwa dalam perkembangannya, Islam di Indonesia tidak
berjalan mulus. Sebelum akhirnya menjadi sebuah agama mayoritas dengan penganut
sebesar 85 % dari penduduk Indonesia, para penyebar agama Islam harus
menghadapi berbagai macam batu sandungan. Baik dari faktor alam berupa medan
yang sulit dilintasi maupun faktor manusia berupa pertentangan dari rakyat
maupun pemerintah yang berkuasa.
Adalah “Hindhu” sebuah agama yang lebih
dahulu dianut Masyarakat Indonesia sebelum datangnya Islam. Hampir semua bagian
wilayah Indonesia terjamah oleh agama ini. Tidak terkecuali pulau Jawa. Kurang
lebih sejak 6 Abad yang lalu, Hindhu telah dianut oleh masyarakat setempat. Sebagai
agama mayoritas pada masa itu, Hindhu memberikan pengaruh yang kuat terhadap
kehidupan masyarakat Jawa, serta mewariskan
berbagai bentuk peninggalan dan tradisi yang sampai saat ini masih banyak dilestarikan
oleh masyarakat.
Tradisi Hindhu yang masih dilaksanakan
masyarakat Jawa bisa ditemukan pada upacara-upacara keagamaan seperti sekaten,
kesenian, seperti wayang kulit dan tari-tarian serta masih banyak lagi yang
lainnya. Untuk benda-benda peninggalan Hindhu di Jawa, yang paling kentara
adalah adanya bangunan candi-candi seperti candi Borobudur, candi Dieng, dan
lain sebagainya.
Setelah Islam datang, posisi Hindhu pun
tergeser dan perlahan mulai melemah. Ketika keberadaan Hindhu hanya tinggal
sisa, barang-barang peninggalannya pun banyak yang menghilang atau terkubur.
Barang barang tersebut kemudian ditemukan oleh Para sejarawan atau masyarakat umum, dan kemudian
diabadikan dalam sebuah museum. Salah satu museum yang mengabadikan benda-benda
peninggalan agama Hindhu adalah museum Ronggowarsito yang terletak di Jl.
Abdulrahman Saleh No. 1 Semarang.
Dalam kunjungan ke museum Ronggowarsito
pekan lalu, kelompok kami bertugas mengamati kepurbakalaan Hindhu yang ada di
dalam museum. Berbagai replika arca peninggalan Hindhu terdapat di sana.
Melalui laporan ini kami akan memaparkan hasil pengamatan kami secara leih
lengkap. Selamat membaca.
II.
RUMUSAN
MASALAH
Apa
saja peninggalan agama Hindhu yang terdapat di dalam museum?
III.
PEMBAHASAN
HASIL
PENGAMATAN DI MUSEUM RONGGOWARSITO
1.
Arca
Mahakala (Asal; Kab. Semarang)
Mahalaka merupakan salah satu aspek Siwa dalam
bentuk Ugra (menyeramkan). Sebagai mahakala, peran Siwa adalah sebagai
pembinasa/ penghukum. Mahakala disebut juga sang waktu, sang pembinasa atau
sang pembunuh (The Great Black One).
2.
Agastya
Siwa Mahaguru (Asal; Kab. Semarang)
Merupakan
perwujudan siwa dalam bentuk lain, yaitu seoang Resi, dia juga dikenal dengan
nama “Betara Guru”. Agastya adalah orang yang sangat bijaksana, yang
memperkenalkan Hindhu dan peradabannya ke India Selatan.
Agastya digambarkan sebagai orang tua,
perut buncit, berkumis dan berjenggot. Pakaian yang dikenakan sederhana,
laksana yang dipakai adalah kamandalu (kendi tempat air kehisupan/ amarta) dan
trisula. Agastya diinterpretasikansebagai pemindahan gunung, seorang Resi anak
dari Varna dan Urwasi, karena telah menyebarkan agama ke selatan, maka ia
dianggap Siwa.
Dalam mitologi
Hindhu, ia dikenal sebagai Dewi yang menyeramkan. Durgamahisasuramardini merupakan
aspek lain dari Sakti Siwa, Parwati/ Uma dalam bentuk Krodha (menyeramkan).
Dalam peranannya, parvati hampir sama dengan Siwa.
4.
Prasasti
Temanggung (Asal; Kab. Temanggung)
Prasasti berbahan batu, berasal dari
abad VIII M. Tulisan dengan bahan huruf dan bahasa Jawa kuno. Isi dari prasasti
tersebut sebagai berikut;
Paniruan-wagai
buda wara
Uttar
sada nakstra sobha
Gya
yoga tatkala pitama .... (pecah)
Wangkun
wanusuk sima i........
Panjang
watak pikatan sang ...
....t
ma wamira iri kanang ...
........................
....
manuku anak wanuwa i .....
(Terjemahan; selamat tahun baru saka
785, bulan asada 5 saparo gelap paniruan wage hari rabu, bintang utara sada,
bogya subagya pada waktu orang tua-tua di Wangkun menentukan daerah perdikan
panjang, daerah pikatan........., .........saksi waktu itu ...............
.......... Manuku penduduk desa
di............)
5.
Arca
Sri Wasudara (Asal; Kab. Batang)
Sri adalah salah
satu dewi dalam pantoen hindhu dan merupakan sakti (istri) dari dewa wisnu. Biasanya Sri disebut
dengan Sri-Laksmi dalam budha mahayana, Sri disebut dengan Wasudara istri dari Jambala
(dewa kemakmuran) yang merupakan pelindung dan kemakmuran, maka Sri atau
Wasudara juga memiliki peranan yang sama dengan Wisnu ataupun Jambala yaitu
dewi kemakmuran.
6.
Arca
ganesha (Asal; Ds. Sawit. Kab. Boyolali, 11-06-1984)
Ganesha dalam Ikonografi
(ilmu pengarcaan) umumnya umumnya digambarkan sebagai makhluk yang berbadan
manusia dan berbadan gajah, berkepala gemuk, berperut buncit dan bergading
satu.
Sebagai anak dewa Siwa, ganesha mempunyai
beberapa jabatan dan laksana (tanda khusus yang dimiliki dewa). Jabatan
tersebut diantaranya;
a.
Sebagai kepala
gana (gajah pasukan pengiring siwa), maka ia disebut ganapati
b. Sebagai dewa
ilmu pengetahuan. Digambarkan dengan belalai yang menghisap mangkuk yang berisi
ilmu pengetahuan, dan parasu (kapak) sebagai pemutus kebodohan.
c.
Sebagai dewa
penghalang rintangan/ penolak bala, disebut ‘vighvesvara’
d.
Sebagai dewa
perang, disebut ekadanta. Yang artinya yang bergading satu, yang didalam
filosofinya ekadanta diartikan sebagai ‘zat tunggal yang kuat’. Ganesha
kehilangan satu gadingnya ketika bertarung melawan parasutama (musuh
para dewa). Oleh karena itu pada salah satu tangan ganesha memegang gading yang
patah.
7.
Prasasti
Nandi (Asal; Kab. Batang)
Nandi merupakan
aspek Siwa dalam bentuk theriomorphic, yaitu penggambaran tokoh dalam
bentuk binatang, dalam hal ini adalah binatang lembu. Didalam Hindhu, binatang
sering digambarkan dalam hubungannya sebagai ‘vahana’ dewa (kendaraan
dewa).
Pada bagian dasar (lapik) arca nandi
tersebut terdapat tulisan pendek/ prasasti menggunakan huruf dan bahasa Jawa
kuno.
8.
PRASASTI
SAƞ PAMGAT SWAƞ
Prasasti yang berasal dari desa Jetak,
Mungkid Kab. Magelang ditulis melingkar (3 baris) dibagian atas silinder
menggunakan huruf dan bahasa Jawa kuno. Isi prasasti sebagai berikut;
Dhanista
naksatra drtiamwata yoga tatkala saƞ pamgat swan man ma
(Terjemahan; selamat tahun baru saka,
telah berjalan 803, bulalan asuji, tanggal 11 paro terang, warukung, kaliwuan
hari jumat, bintang dhanista, onjungsi yoga, tarkala sang pamgat swang
menetipkan sima).
9.
Arca
Wisnu (Asal : Pekalongan)
Wisnu digambarkan memegang siput (Sakha)
dan cakra (lambang dunia), berkendaraan burung garuda (lambang dari kelepasan
jiwa) dan beristeri dewi Laksmi/ Dewi Sri, dianggap sebagai dea padi/
kemakmuran.wisnu dapat menjelma ke dalam tiga wujud, yaitu: api, halilintar, dan
sinar matahari. penjelmaaan ini melambangkan perjalanan matahari dari mulai
terbit, mencapai cakrawala dan terbenam.
IV.
ANALISIS
BUDAYA JAWA
Dari peninggalan-peninggalan
kepurbakalaan Hindhu yang ditemukan ditanah Jawa, menunjukkan bahwa Jawa pernah
mengalami mutasi pertama atau yang disebut Indianisasi, mengingat bahwa agama
Hindhu datang dari negara India. Selanjutnya Hindhu menjadi agama yang
berkembang dan meninggalkan tradisi yang masih mengakar hingga saat ini.
Beberapa contoh tradisi Hindhu yang masih melekat pada masyarakat Jawa adalah
dalam bidang kesenian seperti pewayangan, tari-tarian, serat, dan lain
sebagainya. Dalam bidang arsitektur, seperti gapura, pepunden, dan lain
sebagainya. Dalam bidang politik, dikenal adanya kasta atau tingkat kedudukan
dalam masyarakat. Terdapat tiga kasta dalam Hindhu, yaitu brahma, kesatria dan
sudra, dan masih ada bidang lainnya.
Ketika Islam masuk ke tanah Jawa, maka
ia harus menyesuaikan dengan tradisi yang berkembang dalam masyarakat setempat.
Sehingga dari penyesuaian tersebut, saat ini bisa kita lihat hasil perpaduan
antara Jawa Hindhu dan Islam dalam beberapa aspek sperti dalam bidang kesenian,
jika pewayangan dalam Hindhu berkisah tentang Ramayana dan Mahabarata, dalam
Islam kenudian wayang difungsikan sebagai sarana dakwah dengan cerita yang
diambil dari babad, yakni mengkombinasikan cerita Ramayana dengan ajaran-ajaran
Islam. Babad berupa prosa (gancaran) yang berisi riwayat dn sejarah seperti
babad tanah Jawi, babad Demak dan lain-lain. Dalam bidang arsitektur, bangunan
masjid yang ada pun mengikuti bentuk bangunan yang ada pada zaman Hindhu, bisa
dilihat dari adanya gapura menuju masjid, menara, serambi, dan kubah yang
merupakan salah satu corak arsitektur Hindhu.
Dengan adanya asimilasi Hindhu-Islam
tersebut, maka Islam dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Jawa karena
mampu menyelaraskan dengan kebudayaan dan tradisi yang ada sebelumnya. Dari itu
islam dapat bertahan dan berkembang sampai mampu menggeser posisi Hindhu hingga
yang tertinggal hanya sisa-sisa kejayaannya di tanah Jawa.
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang telah kami
lakukan di musium ranggawarsito tentang kepurbakalaan peninggalan hindhu
menunjukkan bahwa di dalam ajaran Hindhu dikenal adanya trimurti, yaitu tiga
dewa utama agama Hindhu brahma, wisnu, dan siwa. Brahma sebagai dewa pencipta,
wisnu sebagai dewa pemeliharaan, dan siwa sebagai dewa penyeimbang. Trimurti
dilambangkan kedalam bentuk-bentuk arca. Selain trimurti didalam Hindhu juga
dikenal adanya dewa-dewa pengiring dan dewa-dewa kendaraan, seperti ganesha,
agastya dan durga, serta nandi dan garuda.
Brahma
Brahma digambarkan memiliki 4 muka
(catur mukha), menggunakan kendaraan (vahana) berupa angsa putih, memiliki
istri (cakti) bernama dewi saraswati yang dianggap juga sebagai dewa ilmu
pengetahuan dan seni musik.
Wisnu
Wisnu digambarkan memegang siput (sakha)
dan cakra (lambang dunia), berkendaraan burung garuda dan beristri dewi
laksmi/dewi sri, dianggap sebagai dewa padi/kemakmuran. Wisnu dapat menjelma
kedalam tiga wujud, yaitu api, halilintar, api, dan sinar matahari. Penjelmaan
ini melambangkan perjalanan matahari dari mulai terbit mencapai cakrawala, dan
terbenam.
Siwa
Diantara tiga dewa trimurti, siwa
merupakan dewa yang paling banyak menerima persembahan, khususnya dikalangan
masyarakat jawa. Banyak nama-nama yang diberikan dewa siwa, misalnya: siwa
mahadewa, siwa nataraja, dan pasupati. Siwa memiliki atribut utama berupa
tongkat sebagai lambang kematian, tombak bermata tigasebagai lambang hukum dan
pada mahkotanya terdapat lambang kedewaan. Siwa juga menggunakan kendaraan,
berupa lembu jantan sebagai lambag dharma dan beristri dewi uma/dewi parwati.
Ganesha
Ganesha dilambangkan sebagai dewa ilmu
pengetahuan dan dewa perang. Arca ganesha dilambangkan sebagai makhluk yang
berbadan manusia tapi berkepala gajah, perut buncit dan gading kanannya patah.
Atribut-atributnya berupa tasbih, tali dan pada mahkotanya terdapat bulan sabit
dan tengkorak. Sebagai dewa ilmu pengetahuan, belali gaensha digabarkan
menghisap otak, sebagai lambang ilmu pengetahuan, pada mangkuk yang digenggam
pada tangan kirinya.
Agastya
Agastya disebut juga siwa mahaguru,
merupakan perwujudna siwa dalam bentuk seorang resi. Agastya juga dikenal
dengan nama batara guru, seorang resi yang sangat bijaksana dan bertugs
menyebarkan ajaran agama Hindhu dan peradabannya kearah selatan india. Agastya
digmabarkan dengan ciri-ciri sebagai : orang tua berkumis dan berjenggot
panjang, perut buncit dan membawa atribut tongkat dan tasbih. Ditangan kanan
dan kendi berisi air suci, ditangan kiri.
Durga
Di dalam mitos klasik, Durga digambarkan
sebagai dewi yang cantik, sakti dan mampu mengalahkan asura, yaitu musuh para
dewa. Asura digambarkan sebgai kerbau jantan yang sedang marah. Durga
diciptakan para dewa ketika kayangan diserbu oleh Asura. Atribut durga
diantaranya berupa: pedang, tameng, anak panah, dan cakra. Senjata-senjata
tersebut merupakan pemberian para dewa untuk menghadapi asura. Karena
kemampuannya mengalahkan Asura, Durga sering disebut secara lengkap
Durgamahisasuramardhini.
VI.
PENUTUP
Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah
SWT, akhirnya laporan hasil kunjungan museum Ronggowarsito ini telah tunai kami
sajikan. Ucapan terimakasih tak lupa kami sampaikan pada Bapak M. Rikza Chamami, MSI yang telah memberikan
pengarahan dalam proses penggarapan laporan ini. Juga kepada seluruh anggota
kelompok, Umar, Ulfa, Hana, Wiga, Mujib dan Jamal, terimakasih atas kerja keras
dan kerjasama kalian. Semoga usaha kita bermanfaat dan membuahkan hasil yang
maksimal.
Sebagai karya manusia, tentu laporan ini
tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, kami senantiasa menanti
berbagai kritik yang konstruktif dari pembaca, sebagai bentuk koreksi bagi
karya-karya selanjutnya.
Semarang,
8 Juli 2013
Penyusun